Apakah Hindu Menganut Sistem Kasta? Berikut Penjelasannya!
Om Swastiastu,
Sering kita mendengar bahwa kita di Hindu hidup dikelompokan berdasarkan Kasta. Contohnya kita di Bali sering dikaitkan dengan istilah Gusti, Ida Bagus, Cokorda dan lain-lainnya.
Apakah itu kasta? Bukan! itu adalah Catur Warna. Singkatnya Catur Warna adalah pengelompokan manusia berdasarkan keahliannya.
Mari bahas satu persatu agar jelas dan paham sepenuhnya.
Pertama-tama mari kita telaah apa yang dimaksud dengan Kasta. Kasta berasal dari Bahsa Portugis yakni perbedaan kelas berdasarkan keturunan.
Didalam setiap bangsa ada kelas bangsawan dan kelas rakyat biasa. Kasta juga dapat dilihat dari zaman kerajaan yaitu antara kalangan petinggi kerajaan dan para selir atau pembantu istana, jelas terlihat skat antara mereka.
Jadi dalam kasta ini akan terlihat siapa yang posisinya paling atas, siapa paling bawah, semacam hirarki yang memiliki tingkatan
Sistem yang di Hindu bukanlah KASTA, melainkan disebut dengan CATUR WARNA yaitu penggolongan manusia berdasarkan keahliannya.
Misalnya begini, Mereka yang mempunyai bakat dan kemampuannya di bidang keagamaan disebut kamu Brahmana.
Yang mempunya bakat dan kemampuan dibidang pemerintahaan dan militir disebut atau dikelompokan ke kaum Ksatria.
Yang berbakat dibidang usaha dan pertanian dikelompokan kedalam kaum Waisya.
Yang mempunyai kemampuan dibidang pelayanan disebut dengan Sudra.
Jadi tidak ada tingkatan diantara meraka seperti yang kita lihat sekarang ini, bahwa kaum Brahmana lebih tinggi dari apapun. Tidak, tidak demikian.
Semuanya sama, tidak memiliki tingkatan kasta. Hal seperti ini perlu diluruskan agar pemahanan orang-orang atau anaka - anak kedepannya tidak salah lagi antara Kasta dan Catur Warna di Hindu.
Bahkan, saya search di Google Image, hampir keseluruhan menayangkan gambar tentang Hirarti (tingkatan) antara golongan tersebut. Ini perlu diluruskan karena tidak seperti pengertiannya.
Seperti pada contoh dibawah ini, ada yang bertanya masalah KASTA DI BALI. Simak jawaban Ida Pedanda Gede Made Gunung mengatakan seperti berikut ini (Lihat Gambar)
Tapi jika ada sebagian masyarakat di Bali yang masih mempertahankan budaya seperti itu, ya silakan saja, tapi bagi saya orang tua patut untuk di sembah siapapun kita dan jadi apapun kita.
Bisa, mengapa tidak? Anak seorang pelayan bisa jadi ahli dan bahkan guru Weda seperti dalam kisah Satyakama. Ia adalah seorang anak jabala, seorang perempuan pelayan warung yang tak jelas siapa suaminya. Tetapi karena tekad dan ketekunannya Satyakama jadi ahli Weda.
Anak seorang petani bisa jadi presiden, bisa jadi profesor, bisa jadi jendral, pengusaha atau pendeta. Demikian pula sebaliknya anak seorang pendeta bisa jadi pedagang, petani ataupun lainnya.
Contonya di India modern saat ini, seorang keturunan dalit, bisa jadi perdana menteri atau presiden. Didalam masyarakat Hindu di Indonesia, contoh-contoh seperti itu bukan pengecualian, artinya sudah tidak terhitung lagi banyaknya. Sebenarnya profesi atau pekerjaan karena keturunan banyak segi positifnya.
Contonya seperti apa?
Begini, seorang tukang arloji yang mewarisi profesi atau bisnis keluarga yang telah dijalankan turun-temurun merupakan jaminan mutu karena merupakan akumulasi dan keahlian. Itu sebabnya perusahaan-perusahaan keluarga sering mengiklankan pendirinya yang sudah hidup ratusan tahun yang lalu.
Tetapi untuk jabatan publik memang tidak baik. Karena kalau perusahaan keluarga, resikonya hanya ditanggung oleh keluarganya sendiri. Sedangkan jabatan publik resikonya ditanggung oleh masyarakat banyak.
Dalam Hindu sudah jelas bagaimana kita memanda suatu Kasta dan Warna atau Wangsa. Lalu bagaimana di Agama lain?
Saya katakan ada! tersebutlah mereka membedakan manusia berdasarkan orang kafir dan beriman. Ini adalah penggolongan yang sangat berbahaya, karena ada perintah agar orang-orang yang beriman menaklukan atau memusnahkan orang kafir. Dan ajaran ini sudah membawa penderitaan manusia sepanjang sejarah. Ini adalah APARTHEID AGAMA.
Bila apartheid politik di Afrika Selatan, berkat perjuangan seorang Nelson Mandela, yang terinspirasi oleh metode perjuangan NON-KEKERASAN oleh Mahatma Gandhi, telah dibuang kelaut, apartheid agama ini justru masih di anggap suci.
Jadi antara kasta dan wangsa/warna itu sangat berbeda, jangan sampai keliru lagi antara keduanya dan dapat memperlurus pandangan bahwa Hindu tidak membedakan siapapun.
Semoga tulisan ini memberikan inspirasi dan mohon maaf apabila masih kurang dan keliru.
Om Santih, Santih, Santih OM. Rahayu
Referensi : Buku Hindu Menjawab
Sering kita mendengar bahwa kita di Hindu hidup dikelompokan berdasarkan Kasta. Contohnya kita di Bali sering dikaitkan dengan istilah Gusti, Ida Bagus, Cokorda dan lain-lainnya.
Apakah itu kasta? Bukan! itu adalah Catur Warna. Singkatnya Catur Warna adalah pengelompokan manusia berdasarkan keahliannya.
Mari bahas satu persatu agar jelas dan paham sepenuhnya.
APA ITU KASTA?
Pertama-tama mari kita telaah apa yang dimaksud dengan Kasta. Kasta berasal dari Bahsa Portugis yakni perbedaan kelas berdasarkan keturunan.
Didalam setiap bangsa ada kelas bangsawan dan kelas rakyat biasa. Kasta juga dapat dilihat dari zaman kerajaan yaitu antara kalangan petinggi kerajaan dan para selir atau pembantu istana, jelas terlihat skat antara mereka.
Jadi dalam kasta ini akan terlihat siapa yang posisinya paling atas, siapa paling bawah, semacam hirarki yang memiliki tingkatan
LALU BAGAIMANA DENGAN KASTA DI HINDU?
Sistem yang di Hindu bukanlah KASTA, melainkan disebut dengan CATUR WARNA yaitu penggolongan manusia berdasarkan keahliannya.
Yang mempunya bakat dan kemampuan dibidang pemerintahaan dan militir disebut atau dikelompokan ke kaum Ksatria.
Yang berbakat dibidang usaha dan pertanian dikelompokan kedalam kaum Waisya.
Yang mempunyai kemampuan dibidang pelayanan disebut dengan Sudra.
Jadi tidak ada tingkatan diantara meraka seperti yang kita lihat sekarang ini, bahwa kaum Brahmana lebih tinggi dari apapun. Tidak, tidak demikian.
Semuanya sama, tidak memiliki tingkatan kasta. Hal seperti ini perlu diluruskan agar pemahanan orang-orang atau anaka - anak kedepannya tidak salah lagi antara Kasta dan Catur Warna di Hindu.
Bahkan, saya search di Google Image, hampir keseluruhan menayangkan gambar tentang Hirarti (tingkatan) antara golongan tersebut. Ini perlu diluruskan karena tidak seperti pengertiannya.
Seperti pada contoh dibawah ini, ada yang bertanya masalah KASTA DI BALI. Simak jawaban Ida Pedanda Gede Made Gunung mengatakan seperti berikut ini (Lihat Gambar)
Penjelasan Ida Pedanda Made Gunung |
Sekali lagi saya ingatkan bahwa sistem KASTA di Bali (Khususnya) TIDAK PERNAH BERLAKU yang berlaku adalah SISTEM WANGSA (GENEOLOGIS). Soal nyembah guru rupaka (Orang Tua) HARUS dilakukan oleh anaknya ketika Guru Rupaka MeninggalSecara logika saya ya ambil, masak orang tua yang melahirkan kita dan membesarkan kita meninggal kita tidak bisa mebakti/nyembah? Menurut saya pribadi hal seperti itu salah dan mungkin apalah namanya.
Tapi jika ada sebagian masyarakat di Bali yang masih mempertahankan budaya seperti itu, ya silakan saja, tapi bagi saya orang tua patut untuk di sembah siapapun kita dan jadi apapun kita.
APAKAH ANAK SEORANG SUDRA BISA JADI BRAHMANA?
Bisa, mengapa tidak? Anak seorang pelayan bisa jadi ahli dan bahkan guru Weda seperti dalam kisah Satyakama. Ia adalah seorang anak jabala, seorang perempuan pelayan warung yang tak jelas siapa suaminya. Tetapi karena tekad dan ketekunannya Satyakama jadi ahli Weda.
Anak seorang petani bisa jadi presiden, bisa jadi profesor, bisa jadi jendral, pengusaha atau pendeta. Demikian pula sebaliknya anak seorang pendeta bisa jadi pedagang, petani ataupun lainnya.
Contonya di India modern saat ini, seorang keturunan dalit, bisa jadi perdana menteri atau presiden. Didalam masyarakat Hindu di Indonesia, contoh-contoh seperti itu bukan pengecualian, artinya sudah tidak terhitung lagi banyaknya. Sebenarnya profesi atau pekerjaan karena keturunan banyak segi positifnya.
Contonya seperti apa?
Begini, seorang tukang arloji yang mewarisi profesi atau bisnis keluarga yang telah dijalankan turun-temurun merupakan jaminan mutu karena merupakan akumulasi dan keahlian. Itu sebabnya perusahaan-perusahaan keluarga sering mengiklankan pendirinya yang sudah hidup ratusan tahun yang lalu.
Tetapi untuk jabatan publik memang tidak baik. Karena kalau perusahaan keluarga, resikonya hanya ditanggung oleh keluarganya sendiri. Sedangkan jabatan publik resikonya ditanggung oleh masyarakat banyak.
BAGAIMANA CONTOH DALAM SUATU AGAMA YANG MEMILIKI KASTA?
Dalam Hindu sudah jelas bagaimana kita memanda suatu Kasta dan Warna atau Wangsa. Lalu bagaimana di Agama lain?
Saya katakan ada! tersebutlah mereka membedakan manusia berdasarkan orang kafir dan beriman. Ini adalah penggolongan yang sangat berbahaya, karena ada perintah agar orang-orang yang beriman menaklukan atau memusnahkan orang kafir. Dan ajaran ini sudah membawa penderitaan manusia sepanjang sejarah. Ini adalah APARTHEID AGAMA.
Bila apartheid politik di Afrika Selatan, berkat perjuangan seorang Nelson Mandela, yang terinspirasi oleh metode perjuangan NON-KEKERASAN oleh Mahatma Gandhi, telah dibuang kelaut, apartheid agama ini justru masih di anggap suci.
KESIMPULAN
Jadi antara kasta dan wangsa/warna itu sangat berbeda, jangan sampai keliru lagi antara keduanya dan dapat memperlurus pandangan bahwa Hindu tidak membedakan siapapun.
Semoga tulisan ini memberikan inspirasi dan mohon maaf apabila masih kurang dan keliru.
Om Santih, Santih, Santih OM. Rahayu
Referensi : Buku Hindu Menjawab
Comments
Post a Comment