Hakikat Dan Keutamaan Siwaratri ( Dari Gelap/Ratri Menuju Terang/Siwa Kembali)

Om Swastiastu.

"Atyantādhika ning bratanya taya kājar denikang rāt kabeh, manggeh ling nikang ādisastra Shivarātri punya tan popama"

Shivarātrikalpa. 12.1.

(Sangat utama Brata Sivarātri telah diajarkan kepada dunia dan sastra-sastra utama selalu menekankan keutamaan Shivarātri tiada bandingnya)


Bhagavan Satya Sai Baba mengatakan tentang siwa ratri sebagai berikut

"Beginilah, malam dikuasai oleh bulan. Bulan mempunyai enam belas kala atau bagian-bagian kecil. Setiap hari bila bulan menyusut, berkuranglah satu bagian kecil hingga bulan hilang seluruhnya pada malam bulan yang baru. Setelah itu setiap hari tampak sebagaian, hingga lengkap pada bulan purnama. Bulan adalah dewata yang menguasai manas yaitu pikiran dan perasaan hati. 'Candramaa manaso jaathah'. Dari Manas (pikiran) Purusha (Tuhan) timbullah bulan. Ada daya tarik menarik yang erat antara pikiran dan bulan, keduanya dapat mengalami kemunduran atau kemajuan. Susutnya bulan adalah simbul susutnya pikiran dan perasaan hati, karena pikiran dan perasaan hati dikuasai, dikurangi akhirnya dimusnahkan. Semua sadhana ditujukan pada hal ini. Manohara, pikiran dan perasaan hati harus dibunuh, sehingga maya dapat dihancurkan dan kenyataan terungkapkan. Setiap hari selama dua minggu ketika bulan menggelap, bulan, dan secara simbolis rekan imbangnya di dalam diri manusia yaitu 'manas' menyusut dan lenyap sebagian, kekuatannya berkurang, dan akhirnya pada malam keempat belas, Chaturdasi, sisanya hanya sedikit. Jika pada hari itu seorang sadhaka berusaha lebih giat, maka sisa yang kecil itupun dapat dihapuskan dan tercapailah Manonigraha (penguasaan pikiran dan perasaan hati). Oleh karena itu Chaaturdasi dari bagian yang gelap disebut Siwaratri. Karena malam itu seharusnya digunakan untuk japa dan dhyana kepada Siwa tanpa memikirkan soal yang lain, baik soal makan maupun tidur. Dengan demikian keberhasilan pun terjamin. Dan sekali setahun pada malam Mahasiwaratri, dianjurkan mengadakan kegiatan spiritual yang istimewa agar apa yang Savam (jasat atau simbol orang yang tak memahami kenyataan sejati) menjadi Sivam (terberkati, baik, ilahi) dengan menyingkirkan hal yang tak berharga, yang disebut Manas." 

Merayakan Siwaratri pada hakekatnya adalah melakukan pengendalian diri. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain :
  • Upawasa (puasa)
  • Monobrata (tidak berbicara), dan 
  • Gagra (bergadang,selalu terjaga)
Diakui atau tidak, manusia sering lupa, karena memiliki keterbatasan. Kerena sering mengalami lupa itu, maka setiap tahun pada sasih kepitu dilangsungkan Siwa Ratri dengan inti perayaan malam pejagraan.

Pejagraan yang asal katanya jagra itu artinya sadar,waspada, eling atau melek. Orang yang selalu jagra atau waspadalah yang dapat menghindar dari perbuatan dosa.

Siwa Ratri (Ratri juga sering ditulis Latri) adalah malam untuk memusatkan pikiran pada Sanghyang Siwa guna mendapatkan kesadaran agar terhindar dari pikiran yang gelap.

Keutamaan Siwa ratri 




Keutamaan siwaratri diuraikan didalam berbagaisusastra veda (vedic literature ) dan bahkan di Eropa dan Arab . Diantaranya didalam Padma Purana, Dituangkan dalam percakapan antara seorang Maha Rsi, yaitu Wasistha dengan seorang Raja yang bernama Dilipa.

Kutipannya sebagai berikut:

“Dengarkanlah Paduka, saya akan menjelaskan kepada Anda tentang Brata Malam Siwa yang sangat utama, satu-satunya sarana untuk mencapai Siwaloka. Hari keempat belas paruh gelap bulan Magha atau Palguna, patut diketahui sebagai Malam Siwa (Siwaratri), yang menghapuskan segala papa. Anugerah itu paduka, tidak didapatkan dengan tapa, dana, japa, semadhi, tidak juga dengan upacara dan sebagainya.

Brata Malam Siwa paduka, adalah yang paling utama diantara segala brata, bagi Meru diantara Gunung, Matahari diantara segala yang bercahaya, Pertapa diantara mahluk berkaki dua, dan Kapila diantara mahluk berkaki empat, Gayatri diantara mantra, Amerta diantara segala yang cair, Wisnu diantara laki-laki dan Arundhati diantara wanita”.

Selanjutnya kitab Shiva Purana menyatakan :

"Di antara berbagai Brata, mengunjungi tempat suci, memberi dana punya yang mahal seperti batu mulia (emas dan permata), melakukan berbagai jenis upacara Yajña, berbagai jenis tapa (pertapaan) dan melakukan berbagai kegiatan Japa (mengucapkan berulang-ulang nama-nama-Nya atau mantra untuk memuja keagungan-Nya), semuanya itu tidak ada yang melebih keutamaan brata Shivarātri. Demikian keutamaan Brata Shivarātri, hendaknya Brata ini selalu dilaksanakan oleh mereka yang menginginkan keselamatan dan keberutungan. Brata Shivarātri adalah Brata yang sangat mulia, agung yang dapat memberikan kesejahtraan dan kebahagiaan lahir dan bathin (Shastri, Shiva Purana, Koti Rudrasamhita, XL. 99-101,Vol.3, Part III, p. 1438).

Sejalan dengan pernyataan di atas, kakawin Shivarātrikalpa menyatakan keutamaan Brata Shivarātri seperti diwedarkan oleh Sang Hyang Shiva sebagai berikut :

"Setelah seseorang mampu melaksanakan Brata sebagai yang telah Aku ajarkan, kalahlah pahala dari semua upacara Yajña, melakukan tapa dan dana punya demikian pula menyucikan diri ke tempat-tempat suci (patìrthan), pada awal penjelmaan, walaupun seribu bahkan sejuta kali menikmati Pataka (pahala dosa dan papa), tetapi dengan pahala Brata Shivarātri ini, semua Pataka itu lenyap".

"Walaupun benar-benar sangat jahat, melakukan perbuatan kotor, menyakiti kebaikan hati orang lain, membunuh pandita (orang suci) juga membunuh orang yang tidak bersalah, congkak dan tidak hormat kepada guru, membunuh bayi dalam kandungan, seluruh kepapaan itu akan lenyap dengan melakukan Brata Shivarātri yang utama, demikianlah keutamaan dan ketinggian Brata (Shivarātri ) yang Aku sabdakan ini"( Shivaratrikalpa, 37, 7-8).

Banyak kalangan yang kurang setuju, jika malam Siwaratri sebagai malam penebusan dosa. Karena kepercayaan Hindu, hukum karma itu tidak pandang bulu. Meskipun orang suci, jika berbuat salah tetap akan mendapat hukuman. Reaksi dari perbuatan itu sulit untuk dihapus, maka dari itu ada beberapa pakar yang menyatakan tidak setuju jika malam Siwaratri diistilahkan sebagai malam peleburan dosa.

Apabila digali berdasarkan susastra veda , dosa – dosa seseorang dapat ditebus dengan bhakti kepada Tuhan , hal ini diuraikan didalam bhagavad Gita

“Meskipun seseorang melakukan perbuatan yang paling jijik, kalau ia tekun dalam bhakti, ia harus diakui sebagai orang suci karena ia mantap dalam ketabahan hatinya dengan cara yang benar”. (BG 9.30).

Dengan sloka diatas maka benar Siwa Ratri dikatakan sebagai malam penebusan dosa. Jika memang seseorang berniat untuk melaksanakan penebusan dosa dimalam Siwa Ratri sedikitnya seseorang harus melaksanakan
  • Brata Jagra
  • Brata Upawasa dan berjapa “Om Nama Siwa Ya ” sebanyak 108 x 16 : 1728 kali Mantram. 
Melaksanakan Siwa Ratri dengan aturan kitab suci maka seseorang akan dituntun kepada jalan yang dharma dan lambat laun ia sadar akan hakekat jati dirinya sehingga menumbuhkan rasa Bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Namun yang menjadi pertanyaan , sudahkah kita melaksanakan Siwa Ratri dengan benar? Faktanya perayaan Siwa Ratri hanya sebagai seremonial tanpa makna. Apalagi dikalangan generasi muda, tak jarang dimanfaatkan untuk pacaran. Malam penebusan dosa justru menjadi malam penambahan dosa.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mertamupu/siwa-ratri-malam-penebusan-dosa-apa-menambah-dosa_550d64a2a33311241e2e3a81#_ftn1

Kenapa Siwaratri dilaksanakan pada Prawaning Tilem Kepitu? 


Jika ada yang bertanya, kenapa Siwaratri dirayakan pada prawaning tilem kapitu? kenapa bukan sasih yang lain?

Begini, Prawaning Tilem atau sehari sebelum tilem merupakan malam yang paling gelap dan sasih kepitu merupakan lambang sapta timira, jadi Ida Mpu Kuturan memilih Prawaning Tilem Kepitu sebagai hari perayaan Siwaratri untuk mengingatkan kita bahwa kita yang berasal dari Tuhan (siwa) telah masuk kejurang kegelapan (ratri) karena pengaruh tujuh sifat kemabukan (pitu).

Sifat Ketuhanan beserta segala kemampuan luar biasa yang menyertainya yang ada pada diri manusia semakin hari semakin dalam terkubur karena manusia telah lupa diri, manusia telah dirasuki sapta timira, tujuh kegelapan atau sifat kemabukan yaitu
  • Surupa yang mana manusia mabuk akan rupa yang cantik dan tampan, padahal ini sifatnya hanya sementara, sekarang cantik maka lima atau sepuluh tahun lagi semua itu akan hilang, namun sangat banyak yang masih memburu hal tersebut. 
  • Dhana yaitu kita yang takabur dan mabuk oleh kekayaan, sekarang ini bisa dikatakan mereka yang punya uang yang berkuasa, namun inipun hanya semu, tidak ada uang yang bisa menjanjikan kebahagiaan. 
  • Guna artinya lupa diri karena merasa diri lebih pintar sehingga merendahkan orang lain, namun pengetahuan itu ibarat samudera yang tanpa batas. 
  • Kulina adalah orang yang merasa diri lebih tinggi kedudukannya karena faktor keturunan.
  • Yowana yaitu lupa diri karena masa remaja
  • Kasuran yaitu sifat sombong karena mabuk kemenangan.
  • Sura karena mabuk minumam keras. Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa karena pengaruh ikatan duniawi yang kuat manusia telah melupakan asal muasalnya. Karena kuatnya keinginan duniawi maka manusia akan menemuai klesa yaitu kekotoran, menuju ke papa yaitu kegelapan jiwa dan pikiran yang pada akhirya akan bermuara kepada dosa.

Siwaratri merupakan momentum bagi kita untuk introspeksi diri



bertanya dalam keheningan jiwa, “betulkan saya adalah percikan sinar suci tuhan?” jika betul apakah sifat dan perilaku kita sudah mencerminkan hal tersebut?. Malam Siwaratri hendaknya dijadikan sebuah momentum untuk merenung alias introspeksi diri karena sangat jarang kita punya waktu untuk berbicara dengan diri sendiri.

Saat Siwaratri hendaknya kita sadari semua kekeliruan dan kebodohan kita sebagai manusia dan jadikan itu sebagai sebuah bara semangat untuk memulai kehidupan yang lebih baik sehingga terang yang telah menjadi gelap bisa kembali bersinar terang.

Selengkapnya : http://idapedandagunung.com/content/view/66/37/

Demikian beberapa artikel bermanfaat yang saya kutik dari beberapa sumber yang menurut saya sangat informatif dan beguna bagi pembaca.

Akhir kata saya ingin mengucapkan Selamat Hari Hara SiwaLatri, semoga pada malam perenungan suci ini kita mendapatkan hakikat jati diri kita sebagai manusia. Rahayu.

Om Santih, Santih, Santih Om

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Kelahiran Dewi Satyawati Dan Maharesi Wyasa (Serta Kisah Satyawati Sang Pemantik Perang Bharatayudha)

Kisah Radha Dan Krisna

Mengenal Sosok Kamsa/Kangsa/Kans Musuh Pertama Sri Krisna